Senin, 14 Januari 2019

DAK

DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)

PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan untuk menjamin agar manfaat pembangunan tersebut dapat diterima semua pihak adalah melalui upaya pemberdayaan potensi SDM daerah setempat, yaitu melalui otonomi daerah.
Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi, dimana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Melalui desentralisasi diharapkan kemampuan pemerintah daerah untuk manajemen pembangunan menjadi lebih lincah, akurat, dan tepat. Urusan pemerintahan yang diserahkan atau didistribusikan kepada daerah tersebut disertai pula dengan penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah.
Salah satu bentuk hubungan keuangan pusat dan daerah adalah Dana Alokasi Khusus (DAK), dimana dana yang bersumber dari pendapatan APBN, dialokasikan/ditransfer kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sehingga dapat membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah.


PEMBAHASAN

Latar Belakang Pencanangan Program DAK
Dua peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu UU No.32/2004 dan UU No.33/2004 saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi pemerintahan, khususnya keuangan (fiskal) di Indonesia. UU No. 32/2004 mengatur pelimpahan penyelenggaraan sebagian besar urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah, sementara UU No.33/2004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai konsekuensi atas pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah didanai dari dan atas beban APBD. Namun, di lain sisi kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.1 Oleh karena itu, kekurangannya harus dibantu oleh Pemerintah Pusat melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, dan DAK yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. Kajian berikut akan mendeskripsikan bagaimana penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, dan pertanggungjawaban Dana Alokasi Khusus.
Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa:
“Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.
Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk PP, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Sebagai contoh, penggunaan DAK bidang pendidikan meliputi:
1. Rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas,
2. Pengadaan/rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC,
3. Pengadaan/perbaikan meubelair ruang kelas dan lemari perpustakaan,
4. Pembangunan/rehabilitasi rumah dinas penjaga/guru/kepala sekolah, dan
5. Peningkatan mutu sekolah dengan pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana
perpustakaan serta fasilitas pendidikan lainnya di sekolah.
DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatanfisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas3 seperti pelaksanaan penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik, kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis. Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawabnya, daerah penerima wajib mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari jumlah DAK yang diterimanya. Untuk daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.4 Namun, dalam pelaksanaannyatidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.
Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa latar belakang pencanangan program DAK disebabkan adanya kebutuhan untuk membiayai kegiatan khusus, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumusan DAU. Dilain sisi, kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.


Unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai berikut:
– Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN;
– Dialokasikan kepada daerah tertentu;
– Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah;
– Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas
nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN;
– DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu;
– DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan umur
ekonomis yang panjang.

Kebijakan Dana Alokasi Khusus
Kebijakan DAK dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (i) penetapan program dan kegiatan, (ii) penghitungan alokasi DAK, (iii) arah kegiatan dan penggunaan DAK, dan (iv) administrasi pengelolaan DAK.

a. Penetapan Program dan Kegiatan
Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan. Sementara itu, menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, menteri teknis menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan perhitungan alokasi DAK.

b. Penghitungan Alokasi DAK
Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan
2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.
Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut :

1) Kriteria Umum
Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (Pasal 55 PP No. 55/2005). Dalam bentuk formula, kriteria umum tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan di bawah ini:
·         Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah
·         Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR)
·         Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD
·         Keterangan:
·         PAD = Pendapatan Asli Daerah
·         APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
·         DAU = Dana Alokasi Umum
·         DBH = Dana Bagi Hasil
·         DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi
·         PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah

Untuk menjaga peruntukan DAK agar tepat sasaran, maka alokasi DAK ditentukan
dengan melihat keberadaan dana lainnya di daerah yang bersangkutan, seperti
DBH, dan DAU.

2) Kriteria Khusus
Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk perhitungan alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu:
a) Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil.
b) Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Dari hal ini, seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.

3) Kriteria Teknis
Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat
menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan
masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah.
Kriteria teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis
terkait, yakni :

·         Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan;
·         Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan;
·         Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum
dan Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum;
·         Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri;
·         Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan;
·         Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian;
·         Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup;
·         Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan Koordinator
Keluarga Berencana Nasional;
·         Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan;
·         Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaan dirumuskan oleh Menteri Negara
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan
·         Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan.

c. Arah Kebijakan DAK

Dibandingkan dengan arah kebijakan DAK tahun 2008, untuk TA. 2009
terdapat beberapa perbedaan arah kebijakan DAK yang dapat dibandingkan sebagai
berikut :

Persandingan kebijakan DAK antara RKP 2008 dan RKP 2009
No. RKP 200811 RKP 200912

1.     Diprioritaskan untuk membantu daerahdaerah dengan kemampuan fiskal rendahatau dibawah rata-rata nasional.Diprioritaskan untuk membantu daerahdaerahdengan kemampuan fiskal rendah atau sedang.
2.     Sasaran lokasi penerima DAK relatifbelum jelas.Sasaran lokasi penerima DAK sudah jelasyang difokuskan untuk daerah tertinggal,daerah ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.

3.    Jumlah Bidang DAK sebanyak 18 Bidang, meliputi:

1.      Pendidikan
2.      Kesehatan
3.      Prasarana Jalan
4.      Prasarana Irigasi
5.      Prasarana Air Minum danPenyehatan Lingkunga
6.      Kelautan dan Perikanan
7.      Prasarana Pertanian
8.      Prasarana Pemerintahan
9.      Lingkungan Hidup
10.  Kependudukan
11.  Kehutanan.
12.   Kelautan dan Perikanan
13.   Pertanian
14.   Lingkungan Hidup
15.  Keluarga Berencana
16.  Kehutanan
17.  Sarana dan Prasarana Pedesaan
18.  Perdagangan

4.       Tidak ada prioritas daerah penerimaDAK dalam pengalokasian DAK berdasarkan kriteria umum (kinerjapelayanan belum digunakan sebagai indikator alokasi).Adanya prioritas daerah penerima DAK dalam pengalokasian DAK berdasarkan kriteria umum (kinerja pelayanan sudah mulai digunakan sebagai indikator alokasi).

d. Administrasi Pengalokasian DAK
Administrasi pengelolaan DAK dimulai dari penetapan prioritas nasional dalam RKP
sampai dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan DAK.Proses Penetapan Alokasi DAK
Dalam rangka pelaksanaan penetapan DAK, terdapat sejumlah proses yang secara
sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

a)     Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dilakukan perumusan
 kebijakan umum DAK di APBN, termasuk didalamnya bidang-bidang yang
 akan di danai dari DAK.

b)       Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Perencanaan
             Pembangunan Nasional melakukan koordinasi dalam rangka pembahasan
             kegiatan khusus yang diusulkan oleh Menteri Teknis.
c)      Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

d)     Menteri keuangan menetapkan alokasi DAK untuk masing-masing daerahmelalui Peraturan Menteri Keuangan.Berkaitan dengan penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan, rincian alokasi kepada masing-masing daerah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan. Penetapan ini kemudian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada kepala daerah penerima DAK, Menteri Teknis, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

PENUTUP

Kesimpulan
Penganggaran DAK dilakukan dengan cara Menteri Teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan perhitungan alokasi DAK. Perhitungan alokasi DAK per daerah harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pelaksanaan DAK di daerah, dilakukan melalui mekanisme APBD dan dipertanggungjawabkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Penyaluran DAK sejak tahun 2008 dilaksanakan melalui BUN dengan cara memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar